Langsung ke konten utama

LEBIH DARI SEKEDAR BUDAYA, TORAJA KINI BERBEDA


Hari ini cuaca tidak seperti biasanya, awan menggelap seakan memberi petanda jika hujan akan turun. Namun kenyataannya, tidak demikian. Tapi sesekali kedua tangan ini memeluk badan yang seakan kedinginan tapi sebenarnya tidak ada hujan. Mungkin karena saya berada di titik dengan dataran tinggi. Jika kalian bertanya saya ada di mana dan saya menjawab Toraja, kalian akan bertanya-tanya apa hubungannya? Ya karena memang, tidak banyak yang tahu jika Toraja adalah salah satu wilayah yang berada di dataran tinggi. Pagi bangun tidur akan terasa dingin, siang pun demikian, belum lagi malam yang bertambah dingin disertai angin. Itulah gambaran Toraja, salah satu wilayah di Timur Indonesia tepatnya provinsi Sulawesi Selatan.


Hari ini pula saya menyaksikan kedinginan itu bersama rekan lainnya. Kami bukan petualang, kami bukan pula anak yang hobi traveling tapi kami adalah anak yang haus akan keindahan alam. Karena kehausan itu kami berdiri di dataran Toraja.


Menyebut nama Toraja, mungkin yang terlintas di telinga pendengar adalah budaya unik yang ada di Indonesia. Ya, benar adanya, Toraja memang sangat unik dengan budayanya. Upacara kematian, rumah tongkonan dan tradisi mistis hingga menyeramkan menjadi budaya yang sangat melekat di Toraja. Tapi tahukah, bahwa Toraja tidak hanya budayanya yang mendunia, tapi Toraja punya sisi lain yang kini semakin berbeda.


Rasa penasaran yang tinggi membuat saya dan rekan merasa terpanggil kembali ke Toraja. Terkahir saya berkunjung sekitar 6 tahun yang lalu (tahun 2013) bersama keluarga, namun kini berbeda, perjalanan kali ini bersama rekan-rekan seperjuangan yang haus akan indahnya Indonesia. Sekali lagi, kami bukanlah petualang, bukan pula komunitas pecinta alam tapi kami adalah teman yang dipersatukan lewat sosial media.


Perbincangan yang memakan waktu hingga setahun akhirnya terwujud juga di Toraja. Saya sendiri berasal dari Makassar, bisa dibilang sudah familiar dengan Toraja namun baru sekali ke sana. Beda halnya dengan teman saya yang lumayan jauh, ada dari Surabaya, Malang, Yogyakarta, Madura dan Kalimantan. Sebelum kami dipertemukan di Toraja, kami telah melakukan perbincangan yang cukup lama, bukan hanya sekali, dua kali atau sehari, dua hari tapi berbulan-bulan. Ya, alhasil, kami bisa mewujudkan rencana perbincangan tersebut.


Awal Mula Kami Kepincut dengan Toraja

Rencana liburan kami di Toraja berawal dari sosial media, facebook. Di fecabook tersebut saya tergabung dalam grup kumpulan mahasiswa Indonesia. Pada grup itu pula saya pernah memposting video liburan tahun 2013 mengenai budaya Toraja. Video tersebut menggambarkan salah satu budaya unik di Toraja yaitu upacara adat kematian. Spontan, banyak member grup yang memberikan komentar pada video yang saya bagikan. Mereka kagum dan penasaran ingin menyaksikan langsung budaya upacara kematian di Toraja. Tidak sedikit dari mereka yang mengirim pesan via messenger untuk menanyakan kapan agenda seperti itu diselenggarakan lagi di Toraja. Karena komentar dan pesan mereka akhirnya saya beriniastif membuat grup whatsapp untuk teman-teman grup facebook yang punya rencana ke Toraja.


Di whatsapp tersebut, kami banyak berdiskusi mengenai budaya Toraja. Sesekali saya mengirim konten berupa dokumentasi foto dan video hasil liburan saya pada tahun 2013. Mereka semakin penasaran, hingga akhirnya kami membuat rencana untuk berlibur bersama di Toraja. Rencana itu kami mulai dari tahun 2016 dan baru terealisasikan di tahun 2018.


Dalam perbincangan di sosial media, saya mencoba mengirimkan beberapa konten berupa foto dari teman saya yang pernah ke Toraja. Katanya, di Toraja banyak wisata yang lagi hits. Negeri di atas awan, patung Yesus tertinggi, hamparan sawah yang menakjubkan hingga agrowisata yang instagramable adalah beberapa wisata terbaru di Toraja. Saya belum tahu banyak mengenai wisata-wisata tersebut, di benak saya dan pengalaman saya, Toraja dikenal dengan budayanya. Namun ternyata, ada sisi lain dari Toraja. Sisi lain inilah yang mendorong saya untuk kembali membuat perencanaan ke Toraja. Saya pun membagikan pengalaman teman saya ke grup whatsapp, sehingga kami semakin penasaran dengan Toraja. Bagi kami, berselancar di youtube ataupun melihat konten di sosial media kurang memuaskan, prinsip kami harus menyaksikan dan menikmati secara langsung. Akhirnya di tahun 2018 tepatnya bulan Juli kami berkunjung ke Toraja.


Persiapan dan Perjalanan Menuju Toraja

Jauh hari sebelum kami memutuskan untuk berkunjung ke Toraja di bulan Juli 2018, kami telah melakukan serangkaian persiapan. Destinasi apa saja yang akan kami kunjungi, berapa lama waktu yang kami habiskan untuk mengunjungi destinasi tersebut, rencana transportasi dan akomodasi, penginapan hingga mencari waktu terbaik dalam mengunjungi destinasi tersebut. Target awalnya, kami berencana berkunjung di tahun 2017, namun karena jadwal kuliah yang sering kali bentrok akhirnya kami menunggu waktu yang tepat yaitu setalah yudisium. Ya, ngitung-ngitung refresing pasca skripsi dan ujian sidang.


Pada akhirnya kami dipertemukan di tahun 2018. Awal mulanya, kami bertemu di Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Tepatnya, pada Juli 2018 kami berkumpul di Makassar. Teman lainnya yang berada di luar Makassar, mereka menggunakan transportasi udara menuju Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Jauh sebelum keberangkatan, saya dan teman-teman mulai mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk mewujudkan kehausan kami pada Toraja, termasuk tiket pesawat menjadi list planning mereka. Intinya, lokasi yang jauh dan biaya yang cukup besar bukanlah hambatan karena sebelumnya kami telah mempunyai perencanaan.


Setibanya teman-teman di Makassar. Kami pun memulai perjalanan menuju Toraja. Singkat cerita saya akan memberikan gambaran mengenai wilayah Toraja. Toraja adalah satu daerah yang terletak di bagian utara provinsi Sulawesi Selatan. Dulunya, Toraja adalah satu kabupaten dengan luas 3.203 km2, namun setelah mengalami pemekaran kabupaten Toraja terbagi menjadi dua, yaitu Tana Toraja dengan ibu kota Makale dan Toraja Utara dengan ibu kota Rantepao. Meskipun mengalami pemekaran, kedua wilayah ini memiliki kondisi iklim dan budaya yang tidak jauh berbeda. Wisatawan yang berkunjung ke Toraja seringkali mengunjungi kedua kabupaten ini.



Nah, berbicara mengenai perjalanan liburan saya dan teman-teman, itu diawali dari persiapan keberangkatan. Teman-teman yang berada di luar Makassar, mereka terlebih dahulu membooking tiket pesawat menuju bandara Sultan Hasanuddin melalui beberapa platform travel. Selain tiket pesawat, kami juga telah mempersiapkan dan mencari informasi hingga membooking penginapan di Toraja melalui salah satu platform travel nasional. Jadi untuk tiket pesawat teman-teman dan penginapan kami di Toraja itu telah kami booking jauh hari sebelumnya. Hampir tidak ada kendala bagi kami dalam mempersipkan tiket pesawat dan penginapan di Toraja, karena di aplikasi travel sudah tersedia bahkan kami mendapatkan harga promo.


Selain transportasi udara teman-teman menuju Makassar, kami juga menggunakan jasa transportasi darat milik lokal di Makassar. Setiba rekan-rekan saya di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar pada Juli 2018, kami pun memulai perjalanan menuju Toraja, di mana setelah kami berkumpul di bandara, mobil lokal yang kami booking sebelumnya telah menunggu dan siap mengantarkan kami menuju Toraja. Perjalanan yang kami tempuh sekitar 8 jam. Kebanyakan wisatawan juga menggunakan jalur udara dari Makassar menuju Toraja untuk mempercepat perjalanan dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.


Dan lebih menariknya lagi, saat ini pemerintah telah mengembangkan bandara baru di Toraja untuk rute Internasional sehingga akan memudahkan turis luar negeri untuk berkunjung ke Toraja. Namun perjalanan kami kali ini lebih memilih jalur darat, selain biaya yang murah, kami juga dapat beristirahat sembari berbagi cerita dalam perjalanan.


Tak terasa, sekitar 8 jam lamanya kami tiba di Toraja Utara pada malam hari dan melakukan check in di salah satu penginapan yang telah kami booking sebelumnya. Setiba kami di penginapan dan beristirahat sejanak, kami pun memulai perjalanan dan menikmati angin dingin di dataran Toraja.


Destinasi yang Kami Kunjungi


Hari pertama kami setelah tiba di malam harinya di Toraja Utara, kami mengunjungi salah satu kedai kopi yang sangat terkenal di Toraja. Namanya Jak Coffee. Kedai kopi ini menyediakan minuman kopi khas Toraja. Jujur saja, saya tidak begitu menyukai kopi, namun kali ini saya mencoba menikmati suguhan kopi hangat tersebut. Rasanya pahit, tapi punya sensasi sendiri, berbeda dengan kopi yang ada di rumah saya. Kedai kopi ini menjadi spot pertama yang kami kunjungi, apalagi sangat dekat dari penginapan yang hanya berjarak sekitar 500 meter. Kami menghabiskan sisa waktu malam di kedai kopi yang sangat terkenal ini.


Di hari kedua, kami memulai perjalanan menuju desa Kete Kesu. Di desa ini kami menyaksikan budaya masyarakat lokal yang sangat mendunia. Siapa yang tak mengenal Rambu Solo. Rambu Solo adalah serangkaian upacara kematian masyarakat Toraja yang menyuguhkan berbagai atraksi dan aktivitas menarik. Pada kunjungan ini, kami menyaksikan prosesi pemakaman jenazah yang dimulai dari pembungkusan jasad, proses penarikan batu hingga mengusung jenazah ke tempat peristirahatan yang disebut dengan liang/patene.


Dari serangkaian prosesi upacara kematian tersebut ada beberapa atraksi yang sangat kami nanti yaitu tari-tarian dan mappasilaga tedong (mengadu kerbau) yang mana atraksi ini memiliki filosofi tersendiri bagi kalangan masyarakat lokal. Atraksi inilah yang banyak menarik perhatian para pengunjung.



Nah, di sini kami menyaksikan serangkaian upacara kematian dari pagi hingga sore hari. Melelahkan pastinya namun menyisahkan cerita dan pengalaman yang tak terlupakan. Sangat wajar, jika budaya upacara kematian masyarakat Toraja sangat mendunia.


Upacara kematian Rambu Solo seringkali diadakan pada pertengahan tahun antara bulan Juni-Juli. Kedatangan kami sebelumnya memang menargetkan untuk menyaksikan langsung budaya khas Toraja ini. Singkat cerita, ternyata budaya ini adalah salah satu budaya termahal di Indonesia karena untuk menyelenggarakan upacara kematian harus menyediakan puluhan ekor kerbau yang harganya bisa mencapai ratusan juta bahkan milyaran. Namun jumlah kerbau yang harus disiapkan oleh pihak keluarga bergantung dari kasta almarhum.


Pada upacara ini pula, kami menyaksikan prosesi pengiringan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir, masyarakat lokal menyebutnya sebagai liang atau patene. Liang atau patene ini dapat berbentuk pohon (pohon tarra) ataupun bebatuan. Wow, betapa uniknya budaya ini!


Untuk menuju ke lokasi Kete Kesu tidak begitu sulit, karena sebelumnya kami telah membooking mobil lokal beserta supirnya selama perjalanan kami di Toraja. Rasanya perjalanan kami belum puas, kami masih penasaran apa saja keunikan yang dimiliki Toraja.


Di hari ketiga, kami melakukan perjalanan menuju Tana Toraja. Tana Toraja adalah kabupaten yang berdekatan dengan Toraja Utara dan berbatasan dengan kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Di Tana Toraja ini, kami menghabiskan waktu pagi dengan menikmati pemandangan alam berupa hamparan sawah yang indah.


It’s amazing! Rasa-rasanya angin dingin tidak kami hiraukan dengan suguhan pemandangan sawah yang indah. Lokasinya tepat berada di perbatasan kabupaten Tana Toraja dan Mamasa.


Tidak jauh dari tempat itu, kami berkunjung ke desa Bittoang. Di desa ini kami disuguhkan dengan air terjun yang indah dan tentunya sangat dingin. Namanya Air terjun Sarambu Assing. Akses menuju ke tempat ini tidak begitu sulit, namun harus siap lelah karena tidak ada jalan bagi kendaraan roda empat. Ya, berjalan sekitar 20 menit dari parkiran mobil kalian bisa menikmati air terjun indah tersebut. Sangat menakjubkan!


Di sini kami telah menyaksikan sendiri, bahwa Toraja bukan hanya budaya yang unik tapi juga pemandangan alam seperti hamparan sawah dan air terjun yang indah.


Sore harinya, kami melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Tana Toraja yaitu Makale. Di Makale ini, kami mengunjungi destinasi yang lagi hits yaitu patung Yesus. Destinasi ini masih terbilang baru namun pengunjungnnya sudah cukup padat. Patung Yesus, salah satu destinasi bernuansa religi yang ada di Tana Toraja. Tempat ini sangat instagramable!


Patung Yesus Tana Toraja ini diklaim sebagai patung Yesus tertinggi kedua di dunia dengan tinggi badan mencapai 45 meter. Yang paling mengesankan, untuk mencapai di tempat ini butuh perjuangan karena wisatawan harus menaiki anak tangga sebanyak 7.777. Sangat menakjubkan bukan? Lagi-lagi, kami terpukau dengan asset yang dimiliki Toraja.


Perjalanan pun semakin terasa dan liburan semakin kami nikmati. Kami menyadari bahwa Toraja adalah daerah yang memiliki beragam destinasi. Tiga hari di Toraja kami telah mengunjungi destinasi kuliner, budaya, alam dan religi. Kami pun melanjutkan perjalanan liburan selanjutnya keesokan harinya. Di hari ketiga ini kami beristirahat di salah satu penginapan yang ada di kota Makale yang telah kami booking sebelumnya. Perjalanan sangat kami nikmati, meskipun penduduk Toraja mayoritas beragama Kristen namun banyak tersedia makanan halal dan yang paling penting tempat beribadah selalu terjangkau.


Di hari keempat kami mengunjungi salah satu destinasi yang belum banyak dikunjungi wisatawan karena masih terbilang baru. Destinasi tersebut adalah Pango-pango, salah satu agrowisata yang ada di Tana Toraja. Letaknya tidak terlalu jauh dari kota Makale, tepatnya di desa Mengkendek. Butuh waktu sekitar 30 menit menuju desa tersebut. Di lokasi ini, kami menikmati indahnya pemandangan alam dari puncak ketinggian Toraja. Kami menikmati tebaran rumah Tongkonan dan pepohonan yang tertata rapi. Tak heran para pengunjung yang datang ke lokasi ini mengabadikan melalui jepretan dan membagikan ke sosial media. Indah dan instagramable!


Siang harinya kami kembali ke Toraja Utara dengan menggunakan kendaraan yang sama. Ya maklumlah, kami telah membooking mobil dan supirnya selama 4 hari. Sebelum kami menuju ke Rantepao tempat start kami, terlebih dahulu kami mengunjungi salah satu museum yang ada di kecamatan Balusu, Toraja Utara. Lokasinya agak jauh sih dari kota Makale. Cukup melelahkan, namun semuanya terbayar dengan pengetahuan yang kami dapatkan saat berkunjung ke museum tersebut.


Museum ini dikenal dengan nama Museum Ne’Gandeng. Museum ini berisi peninggalan sejarah masyarakat Toraja mulai dari pakaian adat, rumah adat Tongkonan, situs-situs purbakala hingga mumi yang sudah ratusan tahun. Di sini kami banyak belajar tentang sejarah masyarakat Toraja. Sangat menarik dan mengedukasi.


Sore harinya, kami mengunjungi kecamatan Kapalapitu yang tak jauh dari kecamatan Balusu. Di sana kami menikmati destinasi yang lagi hits di kalangan anak muda dan pecinta ketinggian. Tepatnya di desa Lolai atau yang dikenal negeri di atas awan. Kami disuguhkan pemandangan alam di ketinggian 1300 mdpl. Yang menakjubkan di tempat ini adalah kami menyaksikan gulungan awan yang wow! Untuk menikmati tempat ini kami menyediakan tenda demi menanti sunset. Sangat-sangat indah! Melelahkan namun sangat menyenangkan! Toraja, you are beautiful!


Sunset menjadi penutup perjalanan kami di hari keempat. Kami pun balik ke penginapan yang berada di kota Rantepao, Toraja Utara. Keesokan harinya kami check out dan tak lupa melengkapi liburan kami dengan mengunjungi pusat ole-ole di Rantepao.


Selama di Toraja, kami mengunjungi dua kabupaten yaitu Tana Toraja dan Toraja Utara dalam waktu 4 hari. Perjalanan kami hampir tidak ada kendala, karena sebelumnya kami telah membuat perencanaan yang matang, mulai dari sisi biaya, penginapan hingga transportasi. Apalagi di era digital sekarang ini, kami dapat mengakses dan mencari info promo seputar Toraja dan Alhamdulillah kami dapat menikmati beragam destinasi wisata di Toraja dengan budget yang ramah di kantong.


Alasan Toraja jadi Destinasi yang Wajib Dikunjungi

Dari pengalaman saya dan rekan-rekan, di sini saya ingin berbagi cerita, jika ada alasan tertentu mengapa kalian harus mengunjungi Toraja.

Pertama, Toraja memiliki destinasi wisata yang lengkap, mulai dari kuliner, budaya, religi, alam hingga wisata sejarah.


Kedua, aksesibilitas dari dan menuju Toraja sudah lengkap, apalagi sekarang sudah banyak platform online yang menyediakan jasa berupa transportasi udara, darat hingga penginapan. Di lokasi pun, sudah tersedia transportasi online yang bisa dinikmati para wisatawan.


Ketiga, meskipun penduduk Toraja mayoritas Kristen, namun fasilitas untuk muslim sangat terjangkau


Keempat, masyarakat Toraja sangat ramah dan kalian bisa belajar bahasa lokal bahkan berkomunikasi dengan berbagai turis mancanegara


Kelima, Toraja salah satu wilayah yang sangat rekomended untuk berlibur dengan biaya yang terjangkau

Jejak Digital, Toraja Kini Berbeda

Setelah saya mengunjungi Toraja yang kedua kalinya, saya dapat bercerita ke teman-teman bahkan dunia, bahwa Toraja adalah miniatur pariwisata dunia. Toraja, bukan hanya kental dengan budaya khasnya, namun Toraja adalah tujuan wisata dengan beragam destinasi. Ditambah lagi, ke depan akan ada bandara Internasional, sehingga memudahkan akses transportasi menuju Toraja dengan waktu yang lebih singkat.


Jika kalian ingin mengenal banyak tentang Toraja, berselancarlah di sosial media. Kalian akan menemukan banyak informasi dan tentunya Toraja, dulu dan kini itu sudah berbeda! Semoga saya diberi umur panjang dan kesempatan lagi untuk berkunjung ke Toraja, mungkin cerita perjalanan selanjutnya bersama pasangan (istri), insya Allah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"JAMAL" Pemuda Penebar Harapan, Membawa Senyum di Pedesaan

dok: Jamaluddin You are different . Julukan yang layak bagi pria dengan nama sapaan Jamal. Pria kelahiran gowa, Sulawesi Selatan, tepatnya di desa Kanreapia, memiliki segudang mimpi dan harapan untuk mengubah peradaban di tanah kelahirannya. Niat dan panggilan jiwa mengetuk relung hati Jamal untuk menjadi bagian dari kemajuan tempat tinggalnya.   Jamal, pemuda yang lahir dan dibesarkan di lingkungan petani. Ayah ibunya berprofesi sebagai petani sayur. Latar belakang keluarga sebagai petani, menjadi dorongan utama bagi Jamal dalam memantapkan niatnya untuk berkontribusi pada kampung halamannya. Meski seorang anak petani, ia tetap memperjuangkan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Tak hanya menamatkan pendidikan sarjananya, Jamal mampu membungkam cibiran orang-orang, bahwa meski anak petani, ia mampu bersuara di podium pascasarjana.   Berbekal pengetahuan di bangku kuliah, jamal berambisi mengubah paradigma masyarakat tentang gelar sarjana. Di saat para lulusan sarjan

David Hidayat “Pejuang Kemanusiaan”: Bersahabat dengan Lingkungan, Peduli Masyarakat Pinggiran

  David Hidayat “Pejuang Kemanusiaan”: Bersahabat dengan Lingkungan, Peduli Masyarakat Pinggiran Oleh: Akbar Tanjung, S.M. “Barangkali di sana ada jawabnya, mengapa di tanahku terjadi bencana. Mungkin alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang” . Lirik lagu Ebiet G Ade dengan judul ‘Berita Kepada Kawan’ memberi pesan bermakna pada manusia. Sebuah lagu dengan syair yang begitu tajam sebagai pengingat tentang alam. Alam tidak hanya membawa berkah tapi juga bencana. Bukan semata ujian sang pencipta, tapi terkadang alam murka dengan ulah manusia. Tak ingin melihat alam rusak dan terabaikan, pria pesisir punya cara tersendiri menyikapinya. David sapaan akrabnya. Pria kelahiran kabupaten pesisir selatan, memiliki kecintaan dan kepedulian lebih terhadap lingkungan. Hatinya tergerak membawa perubahan di tanah kelahirannya. Sebagai lulusan sarjana dengan latar belakang pendidikan ilmu kelautan, tentu bukan hal baru bagi David mengambil peran dal

Papa Nggak Usah Nyetir, Itu Berat Biar Aku Saja! Papa: Jangan Khawatir, Berkat Spooring dan Balancing Kini Jadi Ringan!

sumber: pikiranrakyat.com Mudik sudah menjadi salah satu tradisi di penghujung Ramadan. Berkumpul bersama keluarga hingga menikmati suasana kampung merupakan kenikmatan tersendiri dalam mengobati kerinduan. Di pertengahan Ramadan ini, sudah perlu merencanakan dan mempersiapkan segala kebutuhan mudik. Baju lebaran, makanan, ole-ole, angpao hingga kendaraan merupakan beberapa kebutuhan penting dalam menunjang kelancaran mudik. Tahukan Anda, jika kendaraan satu diantara kebutuhan yang penting dalam bermudik. Bagi Anda yang memiliki kendaraan khususnya roda empat tentu tidak perlu khawatir lagi, apapun merk mobil Anda liburan pasti jadi! Papa, Kok Berat Sih! Beberapa waktu lalu si Andi sering mengalami keluhan ketika mengendarai mobil milik ayahnya. Setir mobil nya agak berat ke kiri, setir mobil suka bergetar pada kecepatan tertentu, mobil kadangkala berbelok sendiri padahal sedang melaju lurus ke depan. Keluhan lainnya, mobil yang dikendarai seperti berjalan mirin